Kali
ini kontingen riset adalah saya, Yuka (peneliti subkultur) dan Ardiansyah
(animator 3D). Sedangkan Haris (editor video) berhalangan dengan jadwal kerja
dan kuliahnya. Perjalanan kali ini adalah semacam recce ke titik-titik Javanese
Black Metal yang ada di Jawa Timur.
Setelah
mencocokkan jadwal dengan para nara sumber Javanese Black Metal di Sidoarjo dan
Kediri, maka pertemuan pertama adalah dengan Dian, bassist band Sengkologeni
asal Surabaya. Sekitar dua minggu sebelumnya saya telah bertemu dengan para
Real Militia, sebuah tongkrongan di pinggir rel tepat di belakang Mall Royal,
dimana berkumpulnya aktivis metal Surabaya dan Madura seperti Sengkologeni dan
Rajam.
Dari
perbincangan dengan Dian tentang latar belakang pengetahuan tentang ke-Jawa-an,
Dian mengaku memperolehnya dari keluarga dalam hal ini ayah dan kakeknya yang
sangat mengerti dengan budaya dan spiritual Jawa. Dari tutur cerita mereka Dian
mempunyai kesadaran untuk merekamnya dalam bentuk Javanese Black Metal. Dengan
kendaraannya band Sengkologeni, Dian cs. Adalah kelompok yang dalam jalur terus
berkembang dan mempelajari tentang Jawa.
Selayaknya
metropolitan, Surabaya adalah kota besar dimana ide-ide dan usaha penggalian
sejaran dari budaya di kalangan muda kalah bersaing dengan upaya mengejar
lifestyle modern. Manusia telah menjadi orang asing di tanah mereka sendiri. Kota-an.
Sebenarnya yang dilakukan oleh Dian dan Sengkologeni adalah perpaduan yang
harmonis antara budaya dan musik modern. Walaupun disebut underground, menjadi
Metal itu adalah modern, atau dalam istilah ngaco saya: dark hipster. Dan…
ber-Metal dengan budaya lokal…saya sebut itu KEREN!
Jenggala
Records
Selagi
Yuka berbincang dengan Dian, kami kedatangan tamu dari scene Sidoarjo. Bima,
bassist Thirsty Blood dan pemilik dari Jenggala Records. Jenggala Records hadir
sebagai sosok industri di dunia kegelapan bawah tanah scene metal Sidoarjo dan
sekitarnya. Sebuah langkah yang sangat saya kagumi.
Selama
ini Bimo telah memproduksi sejumlah album seperti Nglayat, Danyang Kuburan,
Sekar Mayat, Banaspati, Kantong Simayit, dan album split Mapez (Indonesia)/
Antaboga (Malaysia). Jumlah copy tiap album hanya sekitar 50 keping dangan
‘royalty’ ke pihak band berupa 5-10 buah cd. Album fisik berupa CD-R yang
di-burn dengan drive cd komputer, diberi label manual dan untuk menjaga agar
tidak luntur permukaan label disemprot dengan cat pelapis bening. Distribusi
Jenggala Records mencakup distro di kota-kota lain dan lewat sosial media.
Sangat sulit mencari koleksi lengkap dari label ini karena sebagian besar album
telah habis dibeli.
Dian (Sengkologeni) & Bima (Jenggala Records) |
Selain
label-label besar underground yang ada di Jawa Timur, Jenggala Records adalah
sebuah contoh perputaran bisnis dalam sebuah scene. Dimana mereka menjadi
lingkaran swadaya aktif antara band-metalhead-artworker-label-distro. Sebuah
hal yang kontras dengan dunia saya, dunia film indie dan dokumenter, sebagian
besar pelaku sibuk berkeluh-kesah dan sibuk galau dengan distribusi film yang
akhirnya berakhir di layar festival dan youtube.
Link
online store Jenggala Records:
email:
No comments:
Post a Comment