Pagi
hari di lapangan Kota Barat saya berkeliling di luar venue, merekam suasana
para metalhead dari luar kota Solo yang telah bersiap. Sebelumnya Haris editor
The Anarcho Brothers yang berhalangan hadir minta dibelikan topi atau kaos
black metal local. Di sekitar lapangan lapak-lapak kaos dan aksesoris metal
banyak bertebaran. Saya akhirnya membeli kaos Sengkologeni dan Innalillahi.
Entah itu kaos original atau bajakan.
Di
dalam venue saya bertemu dengan Pak Bambang, metalhead setia Rock In Solo sejak
konser Dying Fetus pada 2010. Pak Bambang sehari-harinya adalah juru parkir di
sekitar Solo Baru dan menjadi salah satu tokoh dalam proyek dokumenter RIS 2013
oleh Bani Nasution.
Hari
ke-dua berjalan seperti biasa, merekam dan merekam. Saya berkesempatan
mengambil gambar di backstage ketika Djiwo bersiap sebagai penampil pertama. Sibuk
dengan pernak-pernik dan perlengkapan sebuah band Javanese Black Metal, Djiwo
tampak serius jarang menyapa orang-orang sekitarnya. Gede juga banyak mengambil
foto-foto proses persiapan Djiwo. Memang itulah Djiwo, backstage adalah semacam
tempat transformasi dari seorang yang sehari-harinya sangat akademik dan lucu
menjadi sosok monster di atas panggung.
Djiwo
membuka hari ke-dua RIS 2013 dengan tiga lagu, diantaranya Cakra Birawa. Sebuah
lagu dari lirik mantra tantra kalacakra versi Jawa yang mempunyai arti sangat dalam.
Saya dan Yuka berniat membuat sebuah peluncuran online dengan tulisan dan klip
dari lagu ini. Walau penampilan Djiwo hanya disaksikan dari dekat oleh
segelintir metalhead, tapi aura black metal sangat kuat di atas panggung. Hari
ke-dua dibuka oleh band Javanese Black Metal sebagai tuan rumah untuk menyambut
Polish Black Metal, Behemoth.
Rock
In Solo memang menyediakan tempat untuk band-band dari berbagai genre rock,
terlihat dari penampilan The Working Class Symphony yang membawakan folk, punk
dan sedikit country rock. Ada juga The Corals, band Bekasi yang beraroma
stoner, rock n’roll, dan Navicula dari Bali yang mantap dengan grunge.
Hari
ke-dua ini saya lebih banyak berkeliling dan bertemu kawan-kawan baru di
lingkaran musik ini. Saya bertemu lagi dengan Doni bersama kontingen Kediri dan
kawan-kawan Real Militia Surabay. Sambil menyempatkan diri menyantap nasi kotak
dari booth milik band black metal Solo, Bandoso. Nasi Paradox, demikian nama
booth yang diambil dari album mereka Semesta Paradoks. Tampak Nonot sang
bassist menjadi penjaga booth dan kasir, sementara frontman Pintus sibuk
menggoreng tahu tempe.
Deadly
Weapon, Ilemauzar (Singapura) dan Inlander, menghentak walaupun ditengah hujan.
Hari ke-dua terlihat jumlah penonton jauh lebih banyak, kontingen luar kota
yang ingin menonton Behemoth banyak yang baru berdatangan. Psychonaut
(Australia) menutup siang dengan cadasnya thrash metal.
Shift
malam makin beringas dengan ((Auman)) yang berlirik kritis, disusul Outright
dan Navicula. Noxa berhasil membuat metalhead menjadi bagian dari tontonan yang
menarik. Sayangnya ditengah konser Noxa, manajemen dari Behemoth meminta untuk memajukan
waktu perform mereka. Noxa akhirnya hanya memainkan lima lagu namun cukup menguras energi metalhead malam
itu. Tarik napas dulu untuk Behemoth…
Negosiasi
kawan-kawan The Think Organizer dengan Behemoth berbuah akses bagi saya dan
Anggula Brintik untuk mengambil gambar di dalam barikade dan dari atas
panggung. Gede sebagai fotografer panggung senior juga mendapatkan akses yang
sama. Behemoth juga meminta hasil rekaman dari kami untuk menjadi dokumentasi mereka.
Sama halnya ketika saya merekam Death Angel 2011, ketika mereka tengah
mengerjakan thrashumentary karya Tommy Jones, sebagian footage kami menjadi
bagian dari dokumenter tersebut.
Selagi
menunggu Behemoth keluar dari balik panggung, saya memperhatikah beberapa buah
hio dengan aroma cendana dipasang pada speaker monitor, sementara backdrop
bergambar demit Baphomet tampak arogan menatap penonton. Nergal muncul dengan
jubah berkalung belasan ceker ayam, entah kenapa pikiran saya langsung nyambung
ke gudeg Margoyudan. Dari balik lcd kamera saya hanya bisa berkomentar bahwa
Behemoth sungguh menyajikan sebuah pertunjukan black metal yang total. Detil
wajah keempat orang Polandia ini selalu serius dan mengerikan sejak awal hingga
akhir. Tidak ada basa-basi di jedah lagu. Yeah, itulah Behemoth, band black
metal terbesar saat ini.
Saat
seluruh acara selesai, saya merasa terhormat menjadi bagian dari konser ini.
Saya menjadi bagian dari segala kesulitan dan kerja keras yang dialami
kawan-kawan Solo dalam menyelenggarakan Rock In Solo. Masalah apakah konser ini
untung atau rugi tidak lagi penting. Yang jelas harus ada orang-orang yang
menyelamatkan dan menjaga scene ini, seperti kawan-kawan dai Solo ini. Semoga
tahun depan masih ada tempat untuk saya membantu mereka. Hanya Baphomet yang
tahu…
Sampai jumpa di Rock In Solo 2014 \m/
Link
Highlight Rock In Solo 2013:
No comments:
Post a Comment