Ketika ngopi di kawasan Taman Ismail Marzuki sayup-sayup
terdengar sebuah suara lantang yang dengan yakin dan sombong mengaku bahwa dialah orang pertama yang berhasil meloloskan mahasiswa ke dalam gedung DPR sewaktu
demo reformasi Mei 1998. Hebat sekali.
Di sosial media tidak sedikit orang-orang yang menceritakan
kronologi demonstrasi besar yang berhasil meruntuhkan Orde Baru yang busuk dan
melahirkan rezim baru bernama Reformasi. Di musim pemilihan presiden 2014 ini
nostalgia demonstrasi ditengah kerusuhan semarak muncul kembali, sudah
dipastikan karena tokoh trendi di masa itu muncul menjadi salah satu kandidat
presiden. Intinya semua orang yang di masa itu masih menjadi mahasiswa merasa
menjadi pahlawan. Tersirat minta diakui. Hebat sekali.
Mei 1998 saya sendiri berhasil diakui sebagai alumni
ditengah krisis moneter dan memanasnya politik. Saya pun bergabung dengan
dengan sekitar dua lusin alumni Instirut Kesenian Jakarta yang merencanakan
sebuah….konser musik. WTF… diantara krisis kita malah hura-hura. Sebagai alumni
paling muda tugas saya adalah mengurus humas/publikasi bersama Saut Irianto.
Adalah prakarsa Djodi Sumantri (Super Bedjo) bersama Rusdi
Harsono, Ignas Dwiadi, Joko Nugroho, Fahmi Alatas. Panitia telah terbentuk dan
mulai menggagas konser musik berbayar tersebut. Lokasi ditetapkan di Plaza
Teater Luwes IKJ pada tanggal 21 Mei 1998. Beberapa band terkemuka di scene IKJ
masuk dalam daftar diantaranya Naif, Dik Doang, Plastik dan Rumah Sakit. Kami
pun mengajak band besar seperti Slank dan No Limits. Rencana telah matang dan
mulailah mencari dana dan sponsor.
Keadaan kemudian berbalik. 13 Mei 1998 kerusuhan menghantam
Jakarta. Untuk sebagian masyarakat IKJ peristiwa ini mengingatkan pada
kerusuhan 27 Juli 1996 dimana kawasan TIM kebagian diserbu sejumlah tentara tanpa
identitas dengan tatapan mata kosong. Saat itu sejumlah mahasiswa dan alumni
yang tidak sempat melarikan diri menjadi korban pukulan rotan berduri.
Beberapa panitia termasuk Djody memutuskan untuk membubarkan
rencana konser. Pihak Slank sebagai band utama juga membatalkan kehadiran
mereka. Walah…
Beberapa panitia yang tersisa memutuskan untuk terus
menjadikan event. Ignas, Joko, Fahmi, Saut, Rusdi dan saya tetap berupaya
menjadikan acara ini. Tujuan konser hura-hura kemudian menjadi sebuah konser
untuk respon terhadap situasi Indonesia. Kami dibantu juga oleh beberapa kawan
yang merasa dengan mengadakan event ini mereka bisa ikut dalam proses
sosial-politik yang sedang genting. Sianne, Sabu Donald, Aline Jusria dan Budi
Wicaksono bergabung.
Aline Jusria dan kawan-kawan yang masih menjadi mahasiswa,
disela-sela kegiatan demo mereka membantu mencari dana berkeliling kampus
dengan membawa gallon air mineral.
Kabar baik diterima dari manajemen No Limits yang saat itu
akan merilis album mereka. No Limits akan tetap main di acara kami tanpa
dibayar dan bahkan mereka menyumbang uang sebesar Rp. 500.000 untuk panitia.
Aktor Epy Koesnandar pantomime di seputar TIM |
Sesampainya di kampus IKJ telah tampak Jockie Surjoprajogo
dan Oppie Andaresta ngobrol memandang panggung. Foto legendaris seorang
mahasiswi yang pingsan dijalanan menjadi backdrop acara kami. Bagaimana menarik
penonton untuk datang ke acara sederhana kami sedangkan seluruh Indonesia
sedang merayakan jatuhnya Suharto?
Dik Doang |
Acara dimulai jam 13:00 oleh happening art Musikrodit dari
Fahmi Alatas. Epy Koesnandar tanpa kenal lelah melakukan performance art
pantomime di kawasan TIM dan kampus IKJ untuk menarik penonton. Oppie dan
Jockie pun dengan senang hati ikutan jamming. Acara berjalan kocak dengan
dipandu oleh Jimi Multhazam dan Ricky Malau duo MC langganan event-event IKJ.
Sebuah kejutan paling hebat adalah tiba-tiba rombongan Slank
datang dan bersedia untuk manggung tanpa dibayar. Slank rupanya ingin menjadi
bagian dari peristiwa bersejarah ini dan berbagi rasa lewat musik.
Plastik on stage |
Ipangk yang tampil bersama Plastik berkesampatan juga untuk jamming bersama Jockie dan Oppie rekan lamanya di Potlot.
Fahmi Alatas - Oppie - Ipank |
Slank membawakan enam lagu dan membuat seluruh panitia
menjadi sekuriti dadakan karena massa Slanker dari Kali Pasir dan sekitarnya datang
dan memaksa ikut naik panggung ditengah situasi kampus yang telah penuh dengan
penonton mahasiswa.
Tidak kalah dari mantan bandnya, Welly vokalis No Limits menutup acara konser Ekspresi Pita Hitam dengan indah. Sekitar 7-8 lagu dibawakan dengan atraktif oleh No Limits yang sebagian diambil dari album baru mereka.
Acara Ekspresi Pita Hitam adalah sebuah konser musik yang sangat
berarti bagi saya dan kawan-kawan pelaksana. Saya tidak bisa mengaku-aku
berdemo menghadapi polisi dan tentara, atau ikut mendobrak pagar gedung DPR.
Biarlah itu menjadi bagian pengalaman kawan-kawan mahasiswa yang berdarah-darah
berjuang demi keruntuhan Orde Baru. Saya hanya bisa menjawab bahwa saya dan
kawan-kawan adalah penyelenggara konser musik pertama di era Reformasi ini.
Salut dan maaf untuk kawan-kawan panitia lainnya yang nama-namanya tidak tercantum di tulisan ini. Silakan absen di bagian komentar :)
foto: koleksi Ignas Dwiadi
kra\m/at, Juni 2014
Salut dan maaf untuk kawan-kawan panitia lainnya yang nama-namanya tidak tercantum di tulisan ini. Silakan absen di bagian komentar :)
foto: koleksi Ignas Dwiadi
kra\m/at, Juni 2014
2 comments:
Mond, sorry ralat nama acara saat itu; Ekspresi Pita Hitam..
Hallo Mas,
Boleh gak ini, minta Fotonya Waktu Slank Manggung pda saat acara itu..??? hehehe ;-)
Post a Comment