Tuesday, 24 June 2014

Di mana anda pada 21 Mei 1998?

Ketika ngopi di kawasan Taman Ismail Marzuki sayup-sayup terdengar sebuah suara lantang yang dengan yakin dan sombong mengaku bahwa dialah orang pertama yang berhasil meloloskan mahasiswa ke dalam gedung DPR sewaktu demo reformasi Mei 1998. Hebat sekali.

Di sosial media tidak sedikit orang-orang yang menceritakan kronologi demonstrasi besar yang berhasil meruntuhkan Orde Baru yang busuk dan melahirkan rezim baru bernama Reformasi. Di musim pemilihan presiden 2014 ini nostalgia demonstrasi ditengah kerusuhan semarak muncul kembali, sudah dipastikan karena tokoh trendi di masa itu muncul menjadi salah satu kandidat presiden. Intinya semua orang yang di masa itu masih menjadi mahasiswa merasa menjadi pahlawan. Tersirat minta diakui. Hebat sekali.

Mei 1998 saya sendiri berhasil diakui sebagai alumni ditengah krisis moneter dan memanasnya politik. Saya pun bergabung dengan dengan sekitar dua lusin alumni Instirut Kesenian Jakarta yang merencanakan sebuah….konser musik. WTF… diantara krisis kita malah hura-hura. Sebagai alumni paling muda tugas saya adalah mengurus humas/publikasi bersama Saut Irianto.


Adalah prakarsa Djodi Sumantri (Super Bedjo) bersama Rusdi Harsono, Ignas Dwiadi, Joko Nugroho, Fahmi Alatas. Panitia telah terbentuk dan mulai menggagas konser musik berbayar tersebut. Lokasi ditetapkan di Plaza Teater Luwes IKJ pada tanggal 21 Mei 1998. Beberapa band terkemuka di scene IKJ masuk dalam daftar diantaranya Naif, Dik Doang, Plastik dan Rumah Sakit. Kami pun mengajak band besar seperti Slank dan No Limits. Rencana telah matang dan mulailah mencari dana dan sponsor.
Keadaan kemudian berbalik. 13 Mei 1998 kerusuhan menghantam Jakarta. Untuk sebagian masyarakat IKJ peristiwa ini mengingatkan pada kerusuhan 27 Juli 1996 dimana kawasan TIM kebagian diserbu sejumlah tentara tanpa identitas dengan tatapan mata kosong. Saat itu sejumlah mahasiswa dan alumni yang tidak sempat melarikan diri menjadi korban pukulan rotan berduri.

Beberapa panitia termasuk Djody memutuskan untuk membubarkan rencana konser. Pihak Slank sebagai band utama juga membatalkan kehadiran mereka. Walah…
Beberapa panitia yang tersisa memutuskan untuk terus menjadikan event. Ignas, Joko, Fahmi, Saut, Rusdi dan saya tetap berupaya menjadikan acara ini. Tujuan konser hura-hura kemudian menjadi sebuah konser untuk respon terhadap situasi Indonesia. Kami dibantu juga oleh beberapa kawan yang merasa dengan mengadakan event ini mereka bisa ikut dalam proses sosial-politik yang sedang genting. Sianne, Sabu Donald, Aline Jusria dan Budi Wicaksono bergabung.

Aline Jusria dan kawan-kawan yang masih menjadi mahasiswa, disela-sela kegiatan demo mereka membantu mencari dana berkeliling kampus dengan membawa gallon air mineral.
Kabar baik diterima dari manajemen No Limits yang saat itu akan merilis album mereka. No Limits akan tetap main di acara kami tanpa dibayar dan bahkan mereka menyumbang uang sebesar Rp. 500.000 untuk panitia.

Aktor Epy Koesnandar pantomime di seputar TIM 
Pagi 21 Mei, dalam perjalanan menuju kampus saya terhenti dan menumpang menonton televisi disebuah rumah di kawasan Cempaka Putih, masyarakat sekitar mendengarkan dengan tegang dan kemudian bersorak ketika Suharto dalam pidatonya memutuskan untuk berhenti sebagai presiden. Bengong….

Sesampainya di kampus IKJ telah tampak Jockie Surjoprajogo dan Oppie Andaresta ngobrol memandang panggung. Foto legendaris seorang mahasiswi yang pingsan dijalanan menjadi backdrop acara kami. Bagaimana menarik penonton untuk datang ke acara sederhana kami sedangkan seluruh Indonesia sedang merayakan jatuhnya Suharto?


Dik Doang
Akhirnya lewat kawan-kawan yang berada di gedung DPR kami mengajak para mahasiswa untuk sejenak melupakan ketegangan dan merayakan kemenangan mereka dengan menonton musik.

Acara dimulai jam 13:00 oleh happening art Musikrodit dari Fahmi Alatas. Epy Koesnandar tanpa kenal lelah melakukan performance art pantomime di kawasan TIM dan kampus IKJ untuk menarik penonton. Oppie dan Jockie pun dengan senang hati ikutan jamming. Acara berjalan kocak dengan dipandu oleh Jimi Multhazam dan Ricky Malau duo MC langganan event-event IKJ.

Sebuah kejutan paling hebat adalah tiba-tiba rombongan Slank datang dan bersedia untuk manggung tanpa dibayar. Slank rupanya ingin menjadi bagian dari peristiwa bersejarah ini dan berbagi rasa lewat musik.


Plastik on stage
Naif, Rumahsakit, Dik Doang, Plastik dan beberapa band IKJ mengajak penonton yang sebagian besar adalah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi merayakan kelahiran suatu era: REFORMASI. 

Ipangk yang tampil bersama Plastik berkesampatan juga untuk jamming bersama Jockie dan Oppie rekan lamanya di Potlot.

Fahmi Alatas - Oppie - Ipank
Ada insiden kecil antara Jimi dan Bimbim yang agak tersinggung dengan bacot Jimi, sudah menjadi tradisi musik IKJ bahwa siapa pun band yang tampil pasti tidak akan luput dari cercaan MC.
Slank membawakan enam lagu dan membuat seluruh panitia menjadi sekuriti dadakan karena massa Slanker dari Kali Pasir dan sekitarnya datang dan memaksa ikut naik panggung ditengah situasi kampus yang telah penuh dengan penonton mahasiswa.

Tidak kalah dari mantan bandnya, Welly vokalis No Limits menutup acara konser Ekspresi Pita Hitam dengan indah. Sekitar 7-8 lagu dibawakan dengan atraktif oleh No Limits yang sebagian diambil dari album baru mereka.


Acara Ekspresi Pita Hitam adalah sebuah konser musik yang sangat berarti bagi saya dan kawan-kawan pelaksana. Saya tidak bisa mengaku-aku berdemo menghadapi polisi dan tentara, atau ikut mendobrak pagar gedung DPR. Biarlah itu menjadi bagian pengalaman kawan-kawan mahasiswa yang berdarah-darah berjuang demi keruntuhan Orde Baru. Saya hanya bisa menjawab bahwa saya dan kawan-kawan adalah penyelenggara konser musik pertama di era Reformasi ini.

Salut dan maaf untuk kawan-kawan panitia lainnya yang nama-namanya tidak tercantum di tulisan ini. Silakan absen di bagian komentar :)


foto: koleksi Ignas Dwiadi

kra\m/at, Juni 2014