Friday, 12 August 2011

Ziarah

Sebenarnya nama ini tidak terlalu asing, semasa kecil saya telah membacanya di sampul vinyl Opa yang doyan keroncong.

Berawal dari perjalanan survey ke kota Solo untuk sebuah proyek film dokumenter tentang metal di Solo, saya mencuri kesempatan untuk datang ke studio Lokananta. Kenapa Lokananta? Sebelumnya saya pernah terlibat percakapan ringan dengan David Karto sang komandan Demajor Records yang juga kolektor vinyl dan seorang yang peduli dengan nasib label pelopor recording ini. David memberikan saya informasi tentang Lokananta yang membuat saya tergerak untuk mencari tau lebih dalam.

Diantar kamerad Firman Prasetyo cs, rombongan berangkat ‘ziarah’ ke studio Lokananta. Bangunan depan gedung berdesin artdeco penghabisan ini memang lebih mirip museum dibanding rumah rekaman. Kami juga dipandu ‘kuncen’ Lokananta mas Bembi yang ramah. Sepanjang penyusuran ruang demi ruang mas Bembi selalu menjelaskan sejarah tentang Lokananta.

Perangkat recording zaman 50an tertata rapih di atas meja, microphone vintage tersusun di lemari kaca, dan tidak ketinggalan gudang vinyl yang menurut saya jumlahnya terlalu sedikit untuk sebuah perusahan rekaman yang berdiri sejak awal 1950an.

Ketika saya bertanya tentang pita-pita rekaman Bung Karno, mas Bembi menjelaskan bahwa pernah ditemukan pita rekaman tersebut tapi dengan isi yang lain. Ternyata pita tersebut telah ditimpa rekaman lain mengingat harga pita rekaman yang begitu mahal.

Puncak ziarah ini adalah ketika kami tiba di ruang rekaman yang luar biasa luas. Seperangkat gamelan kuno tersimpan di dalamnya. Memang ruang rekaman ini biasa digunakan untuk merekam gending atau musik tradisional sehingga didesain untuk perangkat gamelan dan sebagainya. Akustiknya pun istimewa ada panel-panel kayu berlubang dengan langit-langit yang tinggi.

Bangunan utama studio Lokananta lebih kelihatan seperti sekolah. Ada taman ditengah dikelilingi pintu-pintu. Studio ini juga mempunyai areal tanah yang sangat luas. Saya dan Firman yang juga seorang panitia Rock In Solo menemukan sebuah area terbuka yang cukup luas, berumput liar tak terawat. Hmm… cocok untuk gigs metal skala sedang.

Kunjungan kami bisa dibilang singkat, tapi saya akan datang lagi saat Rock In Solo. Mungkin panitia bisa merayu sang pak Walikota Jokowi yang juga seorang metalhead, atau mungkin bisa menyeret personil Death Angel untuk bermain di studio raksasa atau setidaknya menyaksikan sepenggal besar sejarah musik Indonesia.

Tujuan saya berikutnya adalah riset dan kemudian sebuah film dokumenter musik lagi? Kita lihat saja, yang pasti harapan kami semoga tahun-tahun kedepan tidak menjadi Mall Lokananta. Amin.




Solo, 9 Agustus 2011

Sunday, 26 June 2011

SUPERBAND SUPERCONCERT SUPERGLAD

Sebuah catatan dari balik monitor...

Hah?! Tiket Rp. 30.000,- dapet rokok dan CD? Kapan kalian mo kaya? Itulah pertanyaan saya saat mengetahui harga tiket konser ini. Bahkan pre-sale nya hanya berharga Rp.20.000,-. Buset.

Empat 'bedebah' itu berjalan ke arah pintu masuk lapangan Bulungan pada 16:30. Mereka sendiri yang membukakan pintu bagi ratusan Hero (fans Superglad) dan para sahabat. Sebuah moment yang menjelaskan dengan lugas kesederhanaan dan kedekatan mereka dengan penggemarnya.

Bedebah? Ya! Giox, BuLuks, Akbar dan Dadi, 'bedebah' karena mereka bermusik dengan lirik-lirik jujur tanpa pamrih popularitas dan materi. Mereka hanya ingin menyanyikan rock untuk menjadi sebuah SUPERGLAD. Sebuah band yang bertahan selama kurang lebih 8 tahun dengan formasi setia.

Diantara para penonton tampak Adi Cumi (Fable, Raksasa Project), Didit (Suri), David Karto (komandan Demajors) dan para Hero dari berbagai daerah termasuk 9 orang dari Semarang yang tidak lupa membawa oleh-oleh 'jamu' Cong Yang buat Giox.

Lagu Maju Terus membuka konser di-medley dengan Laki-Laki. Sound begitu rapi buah tangan paman Jaya Roxx yang belakangan selalu menjadi insinyur suara konser Superglad. Gempita. Jejeran rock bergantian dimainkan dan menjadi semakin panas ketika semua penonton ikut bernyanyi Ketika Setan Berteman.

Konser kali ini mereka mengajak sejumlah sahabat seperti Jimi Multhazam (The Upstairs, Morfem), Eka (The Brandals), Melanie Subono, B'Jah dan pemain saxo Jimmy Tobing. Dengan kejutan dari bintang-bintang tamu ini penonton seakan 'digampar' bertubi-tubi tanpa diberi kesempatan untuk sadar. Hipnotis.

Perangkat panggung berubah akustik dan screen menampilkan foto-foto kenangan tentang almarhumah Diandra Amalia, istri BuLuks. Suasana berubah sendu di-iringi petikan gitar BuLuks membawakan Senandung Rindu. Sebuah lagu yang yang ditulisnya sesaat setelah pemakaman almarhumah istrinya. Lagu yang tidak pernah dinyanyikan sebelumnya di atas panggung dengan alasan berantakannya emosi. Saya sendiri dibelakang monitor tidak bisa menentukan angle lain dari ke-empat kamera selain meminta semuanya close-up ke wajah BuLuks. Yup! mata saya ikut berkaca-kaca. Teriakan 'Fuck!' mengawali air mata BuLuks. Ohh....momen yang begitu mahal.

Cukup!

17 lagu telah dinyanyikan untuk sesi pertama. Ke-empat Superglad beristirahat. Tampak Giox bergantian menegak 'jamu' dan air mineral sebagai amunisi untuk sesi ke-dua yang lebih panas. Tidak seperti rencana pada meeting, jedah istirahat lebih singkat. Stand by.

Sesi ke-dua adalah launching album ke-lima Superglad dengan musik yang lebih keras. Overdrive gitar yang tebal meraung lebih ganas. Sampai saat seorang Eet Syahranie naik ke panggung dan membawakan tribute untuk Edane. Kau Pikir Kaulah Segalanya disusul Diktator membakar suasana Bulungan. Moshpit bertebaran di beberapa titik. Edan!

Panggung blackout dan tibalah saat encore. Superglad membawakan lagu andalan mereka yang beberapa waktu lalu telah lebih dulu heboh di Twitter, Rajah Sayap Malaikat. Inilah penutup yang istimewa karena Superglad mengajak sang wanita ber-Rajah Sayap Malaikat sendiri, Tiga Setia Gara. Tiga yang juga adalah vokalis band metal berkolaborasi dengan suara grohl yang panas. Sayang Tiga tidak sempat memamerkan tato sayap malaikat di punggungnya. Hmm...tenang, kalian dapat melihatnya di DVD dokumenter Superglad.

Itulah penutup yang indah dari konser tunggal rock terpanas setidaknya di Jakarta dalam dekade ini. Dari balik perangkat monitor saya hanya bisa  bengong tidak percaya konser telah berakhir. Sebuah konser yang luar biasa, seksi, dan bergairah melebihi panasnya neraka. Everybody Happy.

WALK TOGETHER-ROCK TOGETHER

JKT-26/06/2011

Saturday, 11 June 2011

KRETEK HUNTING FOR DUMMIES

Di tengah kontroversi untuk mengangkat rokok kretek sebagai warisan budaya Indonesia, saya lebih memilih menjadikannya koleksi. Tidak terbatas pada kretek saja, tapi rokok bercita rasa mild juga jadi sasaran. Mungkin karena latar belakang seni rupa membuat saya tertarik para desain dan merek. Dari yang terdengar eksklusif sampai dengan yang ‘ugal-ugalan’.

Saya mulai koleksi belum genap satu tahun (sejak akhir 2010) belum banyak yang bisa dikumpulkan. Ini adalah suatu perburuan tanpa henti mengingat bahwa mungkin pabrik tersebut besok sudah bangkrut atau mereknya dihentikan produksinya.

‘Uncle’ Jaya (gitaris band Roxx) pernah berkata bahwa saya harus mendapatkan rokok asal Jawa Timur bermerek METALLICA dengan bungkus berwarna hitam. Seorang kawan di Malang juga merekomendasikan merek TALI KUTANG untuk menjadi sasaran perburuan.

Ketika Googling saya mendapatkan koleksi rokok dari berbagai kolektor yang telah lama berburu dimana merek yang aneh dan lucu ada di luar sana. Dari perjalanan ke luar daerah dan oleh-oleh dari teman, inilah koleksi kecil saya.


Desain eksklusif yang laku di daerah Padang dan sekitarnya.


Copycat Sampoerna A Mild.


CRYSTAL membangkitkan memori lama ketika awal merokok dengan dana minim.

ULTIMATE Special Edition. Kesam pertama tampak seperti kemasan kondom.


PROFILL buatan Cirebon nemu di Payakumbuh. Isi 20 batang kretek Rp. 4.000,- panjangnya sama dengan GG Surya 16.

LAPTOP dengan kemasan eksklusif ala Sampoerna Avolution.




Rokok dari Sumatera, banyak beredar softpack sebagian buatan Medan.


Jajaran copycat serupa Djarum Coklat. Perhatikan logo Tujuh B yang serupa Djarum 76.


Rokok herbal, belum jelas apa faedahnya.








Cerutu dari Bali, mungkin untuk selera turis.